ATAPKOTA.COM, PEMATANGSIANTAR – DPRD Kota Pematangsiantar mendesak Pemerintah Kota (Pemko) segera menghentikan alih fungsi lahan pertanian yang terus meluas. Desakan ini muncul dalam rapat kerja gabungan komisi yang digelar di gedung DPRD Siantar, Kamis (6/11/2025).
Rapat sempat diskors selama 30 menit karena Pemko belum menyiapkan data yang diminta dewan. Setelah skors dicabut, rapat dipimpin Wakil Ketua DPRD Siantar Frengki Boy Saragih, dan Pemko akhirnya menyerahkan dokumen yang diminta.
Dari data yang dipaparkan, terdapat sekitar 650 hektar lahan berstatus tidak jelas. Sebagian besar lahan tersebut diduga merupakan area pertanian yang telah berubah fungsi. Namun, pihak Pemko menyebut sekitar 400 hektar masuk wilayah Kabupaten Simalungun karena persoalan tapal batas. Sisanya, sekitar 200 hektar lebih, telah menjadi kawasan pemukiman dan komersial.
Menanggapi temuan itu, Frengki Boy menegaskan bahwa perlindungan lahan pertanian wajib dipatuhi sesuai Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Ia juga mengingatkan Pemko agar mematuhi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 81 Tahun 2013 serta Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2019 tentang pengendalian alih fungsi lahan sawah.
“Lahan pertanian harus dilindungi. Pemerintah wajib menegakkan aturan dan menjaga keseimbangan tata ruang kota,” tegas Frengki.
Sementara itu, perwakilan Dinas PUPR Siantar Henry Jhon Musa Silalahi menyebut alih fungsi lahan sulit dihindari karena pertumbuhan penduduk. Namun, ia mengakui pengawasan dan pendataan perlu diperkuat.
Anggota DPRD Hendra TP Pardede menambahkan, setiap lurah harus melaporkan perubahan lahan ke Sekretaris Daerah agar tidak terjadi penyalahgunaan.
“Kita memang boleh membangun di tanah sendiri, tapi harus terdata. Pemerintah juga harus mengantisipasi banjir akibat hilangnya lahan resapan,” ujarnya.
Rapat berakhir tanpa keputusan final, namun DPRD berkomitmen menindaklanjuti temuan ini pada rapat berikutnya. (Larsen/red)


































